Google PURI DWI PRIAMBODO: Belajar Linux Itu Mudah

Belajar Linux Itu Mudah

Minggu, 14 Oktober 2012



Banyak yang bilang belajar GNU/Linux itu sulit. Banyak yang bilang Linux itu hanya untuk ahli komputer atau orang IT saja. Bahkan banyak juga yang bilang kalau Linux itu hanya untuk hacker, geek, sysadmin, netadmin, security expert, digital forensics, programmer, dan sebangsanya. Entah mengapa demikian. Mitos-mitos tersebut demikian melekatnya di masyarakat, sehingga orang-orang awam semakin enggan mencoba sistem operasi bebas berkualitas seperti Linux. Padahal belajar Linux itu mudah. Mungkin dulu Linux memang tidak terlalu ramah terhadap pengguna pemula, apalagi yang sudah lama terjebak di zona nyaman sistem operasi Windows. Namun itu dulu, keadaan sekarang sudah jauh sangat berbeda. Belakangan banyak bermunculan distro baru yang mendepankan kemudahan penggunaan (ease of use), sebut saja Ubuntu, Linux Mint, BlankOn, OpenSUSE, Mandriva, Fedora, dkk. Kita hanya perlu sedikit keberanian untuk mencoba keluar dari zona nyaman.
Mengapa Harus Belajar Linux?
Kalau sudah bisa menggunakan komputer dengan sistem operasi Windows, mengapa harus belajar Linux lagi? Toh kebutuhan di dunia kerja saat ini masih tidak jauh-jauh dari aplikasi yang jalan di atas sistem operasi Windows. Iklan-iklan lowongan kerja di koran dan kenyataan di perkantoran memang mendukung pernyataan ini. Tapi tahukah kita bahwa kebanyakan piranti lunak Windows dan aplikasinya itu bajakan alias ilegal? Menurut survei BSA, total angka pembajakan di Indonesia pada tahun 2010 mencapai US$ 1,32 miliar. Wow, fantastis bukan? Konon jumlah itu sama artinya bahwa 87% dari perangkat lunak yang terpasang di komputer pribadi di negeri ini ILEGAL (tanpa lisensi).
Apakah kita bangga dengan besarnya angka pembajakan perangkat lunak tersebut? TIDAK. Lalu bagaimana kita mengatasinya? Sejauh yang saya tahu pilihannya ada dua, 1) gunakan perangkat lunak komersial yang berlisensi (legal), atau 2) gunakan perangkat lunak bebas sumber terbuka (FOSS). Pilihan pertama jelas butuh dana yang tidak sedikit, APBN negeri ini bisa digerogoti untuk pembelian lisensi perangkat lunak di lingkungan pemerintah saja. Pilihan nomor dua juga butuh dana tapi tidak sebesar pilihan pertama. Tantangannya justru kita harus belajar lagi, belajar Linux dan perangkat lunak pendukungnya. Keuntungan lain jika kita memilih nomor dua, kita akan mengurangi ketergantungan terhadap vendor besar.
Di dunia kerja, percaya tidak percaya, juga ada suatu kecenderungan perusahaan-perusahaan besar untuk mencari ahli-ahli dengan spesialisasi Linux. Setidaknya itu yang terungkap dalam salah satu survei yang dilakukan oleh Linux Fondation. Bahkan menurut survei tersebut, profesional Linux banyak dicari namun sulit ditemukan. Artinya ada peluang untuk menjadi profesional di bidang Linux. Tentu saja tidak ada pilihan lain selain belajar dan belajar untuk menjadi seorang profesional yang ahli di bidangnya.
Sepertinya kita sudah punya alasan yang cukup untuk belajar Linux bukan?
Mulai Dari Mana?
Tidak ada cara lain untuk belajar Linux selain mulai menggunakannya. Pilih salah satu distro yang saya sebutkan di atas (mungkin bisa mulai dengan Ubuntu/Linux Mint/BlankOn), lakukan instalasi dengan mode dual boot dengan Windows di komputer pribadi, lalu gunakan secara rutin setiap hari. Carilah aplikasi-aplikasi padanan untuk aplikasi yang biasa digunakan di Windows. Beberapak aplikasi itu di antaranya: LibreOffice (dulunya OpenOffice) untuk Microsoft Office, GIMP untk Adobe Photoshop, InkScape untuk CorelDraw, Dia/Kivio untuk Visio, Pidgin untuk Yahoo Messenger, Rhythmbox/Amarok/Audacious untuk WinAmp, Kompozer/Bluefish untuk Dreamweaver, Nautilus untuk Windows Explorer, dll.
Setelah terbiasa dan cukup pede dengan lingkungan desktop dan segala perangkat lunak pendukung di Linux, mulailah untuk belajar sedikit tentang berbagai sisi teknis sistem operasi buatan Linus Torvalds dan komunitasnya ini. Pengetahuan tentang File Hierarchy System (FHS), Basic Command Line (BCL) atau perindah dasar Linux, konsep file permission, instalasi perangkat lunak menggunakan package manager (dpkg/apt-get/aptitude/synaptic di Debian, CS), dan konsep proses dan bagaimana memantau atau menghentikannya, akan membuat kita tambah percaya diri menggunakan Linux. Cobalah menggunakan distro lain dengan lingkungan desktop yang berbeda. Jika sebelumnya menggunakan Debian atau turunannya yang menggunakan Gnome, cobalah distro lain yang menggunakan KDE seperti OpenSUSE. Jika sebelumnya menggunakan distro dengan package manager dpkg/apt-get/aptitude/synaptic, cobalah distro yang menggunakan RPM/Yum (RedHat dan turunannya).
Apabila sudah bosan atau butuh tantangan baru atau ingin berpetualang lebih jauh, beranikanlah diri untuk mencoba distro-distro untuk pengguna lebih lanjut. Install Slackware, Gentoo, Arch Linux, atau bahkan mungkin Linux From Scratch (LFS). Jangan lupa menjajal peruntungan menjadi sysadmin, install dan konfigurasi berbagai macam server, server web Apache, server email Postfix/Zimbra, Samba, FTP, NFS, dkk. Ada pula berbagai teknologi virtualisasi seperti KVM, VirtualBox, OpenVZ, Xen, LXC, atau Qemu yang akan membuat kita terkagum-kagum dengan kehebatan sistem operasi Linux.
Mencari Bantuan
Jujur saja, selama saya menggunakan sistem operasi Linux ada banyak masalah yang saya jumpai. Mulai dari masalah sepele karena kurangnya pengetahuan sampai masalah kernel panic yang bisa bikin kepala pusing tujuh keliling. Sebagai manusia tentu saja kita mempunyai keterbatasan, di saat-saat ada permalahan seperti ini lah kita butuh bantuan. Di dunia Linux, dari manakah kita bisa mendapatkan bantuan? Sebenarnya Linux itu sudah datang dengan pusat bantuan yang sangat lengkap. Manual Pages (laman manual) adalah tempat pertama yang harus didatangi seorang pengguna Linux untuk mendapatkan bantuan atau tepatnya pencerahan. Jangan heran kalau di komunitas ada sebuah jargon bernama RTFM, Read The Fucking Manual. Laman manual menyediakan informasi untuk penggunaan berbagai perintah dan perangkat lunak di Linux. Bacalah dulu sebelum mencari bantuan ke pihak lain. Akses laman manual dilakukan dari terminal dengan format perintah man nama_perintah. Contoh, untuk membaca laman manual perintah ls:
1man ls
Tempat persinggahan berikutnya setelah laman manual? Coba tebak: GOOGLE. Mesin pencari paling besar di Internet ini bahkan sempat menyediakan alamat khusus untuk para pengguna Linux, sayangnya kini sudah dihapus. Terkadang cukup dengan menyalin tempel, copy paste pesan error di Linux ke laman pencarian Google, kita akan menemukan solusi untuk masalah yang sedang dihadapi.
Di barisan paling depan ada satu kekuatan besar yang selama ini menopang dan membesarkan Linux dan perangkat lunak bebas sumber terbuka lainnya, KOMUNITAS. Inilah tempat terakhir kita mencari bantuan. Biasanya komunitas-komunitas ini berkumpul di dunia maya, ada yang melalui forum, ada pula yang lebih memilih menggunakan milis, beberapa mungkin ada juga yang mempunyai kanal di IRC. Sekali-sekali mereka juga mengadakan kopi darat (kopdar). Kebanyakan komunitas terbentuk berdasarkan kesamaan distro yang digunakan, misalnya saja Komunitas Ubuntu Indonesia, Komunitas OpenSUSE Indonesia, Slackware Makassar, dll. Beberapa lainnya terbentuk berdasarkan kesamaan letak geografis, sebut saja KPLI Jakarta, Kelompok Linux Arek Suroboyo, KPLI Bogor, KPLI Medan, dll.
Sebelum bertanya, perhatikanlah peraturan dan etika yang berlaku di komunitas tersebut. Lain lubuk lain pula ikannya, setiap komunitas punya kebiasaan dan peraturan sendiri. Mereka bisa ramah dan sangat membantu, tapi juga bisa sangat keras dan menyebalkan untuk orang yang baru bergabung. Setiap komunitas biasanya selalu menyediakan panduan bagaimana cara bertanya yang baik. Kebiasaan umum yang berlaku, jangan bertanya dulu sebelum membaca manual dan mencari di Google.
Bagaimana kawan, siap belajar Linux?

0 komentar:

Posting Komentar

Categories

 
 
Copyright © PURI DWI PRIAMBODO
Free Islamic songs Download